
Bentuk-bentuk interaksi sosial secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu interaksi sosial yang bersifat asosiatif dan interaksi sosial yang bersifat disosiatif.
1. Interaksi sosial yang bersifat asosiatif
Interaksi yang mendorong terciptanya keteraturan sosial adalah interaksi yang bersifat asosiasif, yakni interaksi yang mengarah pada bentuk-bentuk asosiasi, seperti kerja sama, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.
a. Kerja sama (cooperation)
Kerja sama adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama dilakukan sejak manusia mulai berinteraksi dengan sesamanya. Kerja sama bisa bersifat konstruktif (membangun) atau bisa juga destruktif (merusak). Contoh kerja sama konstruktif, yaitu guru dan siswa memulihkan nama baik sekolah akibat dinodai sej?mlah siswa yang melakukan tindakan kriminalitas.
Adapun contoh kerja sama yang bersifat destruktif adalah tawuran antarpelajar. Selain itu kerja sama juga bisa bersifat agresif apabila suatu kelompok mengalami kekecewaan yang berkepanjangan akibat rintangan-rintangan dan luar kelompok.
Ditinjau dan pelaksanaannya, menurut James D. Thomson dan William J. Mc Ewen, kerja sama dapat dibedakan atas lima bentuk, yaitu:
- Kerukunan yang meliputi gotong royong dan tolong-menolong.
- Bargaining, yaitu kerja sama yang dilaksanakan atas dasar perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih.
- Kooptasi, yaitu suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan pada suatu organisasi untuk menghindari kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.
- Koalisi, yaitu kerja sama yang dilaksanakan oleh dua organisasi atau lebih yang memiliki tujuan yang sama.
- Joint venture, yakni kerja sama saling berpatungan yang dilaksanakan karena adanya pengusahaan proyek-proyek tertentu.
b. Akomodasi
Akomodasi adalah keseimbangan interaksi sosial dalam kaitannya dengan norma dan nilai yang ada di masyarakat. Akomodasi sering terjadi dalam situasi konflik sosial (pertentangan). Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan, sehingga pihak lawan tidak kehilangan kepribadiannya.
Akomodasi dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi pertentangan akibat perbedaan paham, mencegah meledaknya pertentangan untuk sementara waktu, dan mewujudkan kerja sama antara kelompok-kelompok yang hidup terpisah akibat psikologis serta cultural dan mengusahakan peleburan kelompok-kelompok sosial yang terpisah. Bentuk-bentuk akomodasi, antara lain sebagai berikut.
- Koersi (coercion), yaitu bentuk akomodasi yang terjadi karena adanya pelaksanaan dan pihak lain yang lebih kuat.
- Kompromi (compromise), yaitu bentuk akomodasi di mana pihak yang mengalami perselisihan mengurangi tuntutannya agar tercapal suatu penyelesaian.
- Arbitrasi (arbitration), yaitu bentuk akomodasi yang melibatkan pihak ketiga dalam menyelesaikan suatu konflik. Dalam hal mi pihak ketiga bersifat netral.
- Toleransi, yaitu sikap saling menghargai dan menghormati pendirian masing-masing.
- Mediasi, yaitu bentuk akomodasi yang hampir sama dengan arbitrasi, namun pihak ketiga tidak mempunyai wewenang memutuskan masalah, hanya sebagai penasihat.
- Konversi (conversion), yaitu konflik apabila salah satu pihak bersedia mengalah dan mau menerima pendirian pihak lain.
- Konsiliasi, yaitu penyelesaian konflik dengan jalan mempertemukan pihak-pihak yang. bertikai di meja perundingan.
- Ajudikasi, yaitu penyelesaian konflik di meja pengadilan.
- Stalemate, yaitu bentuk akomodasi di mana pihak yang berselisih mempunyai kekuat?n seimbang. Keduanya sadar bahwa tidak mungkin maju atau mundur, sehingga pertentangan antara keduanya akan berhenti pada suatu titik.
- Segregasi, yaitu upaya untuk saling menghindar di antara pihak-pihak yang bertikai untuk mengurangi ketegangan.
c. Asimilasi
Asimilasi adalah proses sosial dalam tahap anjut yang ditandai dengan usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara individu dan kelompok. Seseorang yang melakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok tidak lagi membedakan dirinya dengan kelompok, tetapi telah mengidentifikasi dengan kelompok tersebut. Faktor-faktor yang mendorong dan mempermudah proses asimilasi adalah sebagai berikut.
- Toleransi, keterbukaan, saling menghargai, dan menerima unsur-unsur kebudayaan.
- Kesempatan yang sama dalam bidang ekonomi.
- Sikap menghargai orang asing dengan kebudayaannya.
- Sikap terbuka dan golongan yang berkuasa dalam masyarakat.
- Perkawinan campuran dan kelompok yang berbeda kebudayaan (amalgation).
- Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan universal.
Adapun faktor-faktor yang menghambat terjadinya asimilasi, antara lain sebagai berikut.
- Kelompok terisolasi atau terasing.
- Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan baru yang dihadapi.
- Prasangka negatif terhadap pengaruh budaya baru.
- Perasaani primordial bahwa kebudayaan sendiri lebih baik daripada kebudayaan lain.
- Perbedaan yang sangat mencolok seperti ciri-ciri ras, teknologi, dan ekonomi.
- Golongan minonitas mengalami gangguan oleh penguasaan.
- Perasaan grup yang kuat.
d. Akulturasi
Akulturasi adalah proses sosial yang timbul jika suatu kelompok masyarakat dengan suatu kebudayaannya dihadapkan pada unsur-unsur kebudayaan asing. Akulturasi merupakan perpaduan dua unsur kebudayaan dalam kurun waktu yang lama. Dalam akulturasi unsur-unsur kebudayaan asing tersebut melebur ke dalam kebudayaan ash, dengan tidak menghilangkan kepribadian kedua unsur kebudayaan tersebut. Contohnya perpaduan musik Melayu dengan musik Spanyol melahirkan musik keroncong.
Dalam proses akulturasi, terdapat unsur-unsur kebudayaan yang mudah diterima dan sekahigus terdapat unsur-urisur kebudayaan yang suhit diterima. Pada umumnya, unsur-unsur kebudayaan yang mudah diterima, mehiputi:
- Unsur kebudayaan yang bersifat material atau kebendaan.
- Unsur teknologi ekonomi yang mudah dioperasikan dan secara cepat dapat dimanfaatkan.
- Unsur kebudayaan yang mudah disesuaikan dengan kondisi setempat.
- Unsur kebudayaan yang dampaknya tidak begitu mendalam. Adapun unsur-unsur kebudayaan yang sukar diterima, antara lain:
- Unsur kebudayaan yang keberadaannya mendasari pola pikir masyarakat, seperti sistem kepercayaan, sistem falsafah hidup; dan agama.
- Unsur kebudayaan yang sudah diterima secara meluas dalam kehidupan masyarakat, seperti sistem kekerabatan, mata pencaharian, makanan pokok, kebiasaan makan, dan lain sebagainya.
2. Interaksi sosial yang bersifat disosiatif
Interaksi sosial yang bersifat disosiatif mengarah kepada bentuk pertentangan atau konflik yang berwujud persaingan, kontravensi, pertikaian, dan konflik.
a. Persaingan
Persaingan merupakan suatu perjuangan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk memperoleh hasil yang diinginkan tanpa menimbulkan ancaman atau benturan fisik dan pesaingnya. Persaingan dapat terjadi apabila beberapa pihak menginginkan sesuatu yang terbatas atau sesuatu yang menjadi pusat perhatian umum. Misalnya, beberapa orang memperebutkan kedudukan/jabatan gubernur suatu daerah. Sesungguhnya persaingan dapat diatur dan dilaksanakan secara sehat dan tertib.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya persaingan sering diwarnai dengan tindakan-tindakan yang tidakwajarsehingga menimbulkan konflik. Ada beberapa hal yang apat menyebabkan terjadinya persaingan, di antaranya: perbedaan pendapat mengenai hal yang prinsip, persamaan kepentingan dalam hal yang sama, perbedaan sistem nilai dan norma dalam kelompok masyarakat, dan perbedaan kepentingan politik kenegaraan, baik di dalam maupun di luar negeri.
b. Kontravensi
Kontravensi merupakan suatu bentuk proses sosial yang menunjukkan gejala ketidaksenar?gan terhadap pihak lain, baik yang dinyatakan secara terang-terangan maupun secara tersembunyi. Perwujudan kontravensi, antara lain berupa sikap tidak tenang, baik secara tersembunyi maupun terus terang terhadap seseorang atau kelompok atau terhadap unsur-unsur kebudayaan golongan tertentu. Dilihat dan prosesnya kontravensi mencakup lima sub proses berikut.
- Proses yang umum, yakni adanya penolakan, keengganan, gangguan terhadap pihak lain, pengacauan terhadap rencana pihak lain, dan sebagainya.
- Kontravensi sederhana, seperti memaki-maki, menyangkal pihak lain, mencerca, memfitnah, dan lain sebagainya.
- Kontravensi yang intensif, seperti penghasutan, penyebaran desas-desus, dan sebagainya.
- Kontravensi yang bersifat rahasia, seperti mengumumkan rahasia pihak lain, berkhianat, dan sebagainya.
- Kontravensi yang bersifat taktis, seperti intimidasi, provokasi, dan lain sebagainya.
c. Pertikaian
Pertikaian merupakan proses sosial bentuk lanjut dan kontravensi. Artinya dalam pertikaian perselisihan sudah bersifat terbuka. Pertikaian terjadi karena semakin tajamnya perbedaan antara kalangan tertentu dalam masyarakat. Pertikaian dapat muncul apabila individu atau kelompok berusaha memenuhi kebutuhan atau tujuannya dengan jalan menentang pihak lain dengan cara ancaman atau kekerasan.
d. Permusuhan atau konflik
Konflik secara umum memang sering terjadi di dalam masyarakat sebagai gejala sosial yang alami. Menurut Soerjono Soekanto, konflik adalah suatu proses sosial di mana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuan dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan. Konflik selama ini banyak dipersamakan dengan kekerasan.
Namun sesungguhnya konflik berbeda dengan kekerasan. Kekerasan adalah perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau juga menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Konflik dapat berubah menjadi kekerasan apabila upaya-upaya yang berkaitan dengan tuntutan akan dapat menimbulkan gerakan yang mengarah pada kekerasan. Konflik terjadi karena beberapa faktor berikut.
- Adanya perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
- Berprasangka buruk kepada pihak lain.
- Individu yang kurang bisa mergendalikan emosi.
- Adanya perbedaan kepentingan antara individu dan kelompok, misalnya di bidang politik, ekonomi, dan sosial.
- Persaingan yang sangat tajam sehingga kontrol sosial kurang berfungsi.
(Sumber : http://blogger-lengkap.blogspot.com)